1. Zaman
Realisme.
Seiring
berkembangnya ilmu pengetahuan alam yang didukung oleh penemuan-penemuan ilmiah
baru, pendidikan diarahkan pada kehidupan dunia dan bersumber dari keadaan
dunia pula, berbeda dengan pendidikan-pendidikan sebelumya yang banyak
berkiblat pada dunia ide, dunia surga dan akhirat. Realisme menghendaki pikiran
yang praktis (PIdarta, 2007: 111-14). Menurut aliran ini, pengetahuan yang
benar diperoleh tidak hanya melalui penginderaan semata tetapi juga melalui
persepsi penginderaan (Mudyahardjo, 2008: 117).
Tokoh-tokoh
pendidikan zaman Realisme ini adalah Francis Bacon dan Johann Amos Comenius.
Sedangkan prinsip-prinsip pendidikan yang dikembangkan pada zaman ini meliputi:
· Pendidikan lebih dihargai daripada pengajaran,
· Pendidikan harus menekankan aktivitas sendiri
· Penanaman pengertian lebih penting daripada hafalan
· Pelajaran disesuaikan dengan perkembangan anak
· Pelajaran harus diberikan satu per satu, dari yang paling mudah
· Pengetahuan diperoleh dari metode berpikir induktif (mulai dari
menemukan fakta-fakta khusus kemudian dianalisa sehingga menimbulkan simpulan)
dan anak-anak harus belajar dari realita alam
· Pendidikan bersifat demokratis dan semua anak harus mendapatkan kesempatan
yang sama untuk belajar (ibid.: 111-14).
2. Zaman
Rasionalisme
Aliran ini memberikan kekuasaan pada manusia
untuk berfikir sendiri dan bertindak untuk dirinya, karena itu latihan sangat
diperlukan pengetahuannya sendiri dan bertindak untuk dirinya. Paham ini muncul
karena masyarakat dengan kekuatan akalnya dapat menumbangkan kekuasaan Raja
Perancis yang memilikike kuasaan absolut. Tokoh pendidikan pada zaman ini pada
abad ke-18 adalah John Locke. Teorinya yang terkenal adalah leon Tabularasa,
yaitu mendidik seperti menulis di atas kertas putih dan dengan kebebasan dan
kekuatan akal yang dimilikinya manusia digunakan unutk membentuk pengetahuannya
sendiri. Teori yang membebaskan jiwa manusia ini bisa mengarah kepada hal-hal
yang negatif, seperti intelektualisme, individualisme, dan materialisme (ibid.:
114-15).
3. Zaman
Naturalismo
Sebagai reaksi terhadap aliran Rasionalisme,
pada abad ke-18 muncullah aliran Naturalisme dengan tokohnya, J. J. Rousseau.
Aliran ini menentang kehidupan yang tidak wajar sebagai akibat dari
Rasionalisme, seperti korupsi, gaya hidup yang dibuat-buat dan sebagainya.
Naturalisme menginginkan keseimbangan antara kekuatan rasio dengan hati dan
alamlah yang menjadi gurr, sehingga pendidikan dilaksanakan secara alamiah
(pendidikan alam) (ibid.: 115-16). Naturalisme menyatakn bahwa manusia didorong
oleh kebutuhan-kebutuhannya, dapat menemukan jalan kebenaran di dalam dirinya
sendiri (Mudyaharjo, 2008: 118).
4. Zaman
Developmentalisme
Zaman
Developmentalisme berkembang pada abad ke-19. Aliran ini memandang pendidikan
sebagai suatu proses perkembangan jiwa sehingga aliran ini sering disebut
gerakan psikologis dalam pendidikan. Tokoh-tokoh aliran ini adalah: Pestalozzi,
Johan Fredrich Herbart, Friedrich Wilhelm Frobel, dan Stanley Hall. Konsep
pendidikan yang dikembangkan oleh aliran ini meliputi:
· Mengaktualisasi
semua potensi anakyang masih laten, membentuk watak susila dan kepribadian yang
harmonis, serta meningkatkan derajat social manusia.
· Pengembangan
ini dilakukan sejalan dengan tingkat-tingkat perkembangan anak (Pidarta, 2007:
116-20) yang melalui observasi dan eksperimen (Mudyahardjo, 2008: 114)
· Pendidikan
adalah pengembangan pembawaan (nature) yang disertai asuhan yang baik
(nurture).
· Pengembangan
pendidikan mengutamakan perbaikan pendidikan dasar dan pengembangan pendidikan
universal (Mudyaharjo, 2008: 114).
5. Zaman Nasionalisme
Zaman nasionalisme muncul
pada abad ke-19 sebagai upaya membentuk patriot-patriot bangsa dan
mempertahankan bangsa dari kaum imperialis. Tokoh-tokohnya adalah La Chatolais
(Perancis), Fichte (Jerman), dan Jefferson (Amerika Serikat). Konsep pendidikan
yang ingin diusung oleh aliran ini adalah:
·
Menjaga, memperkuat, dan mempertinggi
kedudukan Negara
·
Mengutamakan pendidikan sekuler, jasmani, dan
kejuruan
·
Materi pelajarannya meliputi: bahasa dan
kesusastraan nasional, pendidikan kewarganegaraan, lagu-lagu kebangsaan,
sejarah dan geografi Negara, dan pendidikan jasmani.
Akibat negatif dari pendidikan ini adalah munculnya chaufinisme, yaitu
kegilaan atau kecintaan terhadap tanah air yang berlebih-lebihan di beberapa
Negara, seperti di Jerman, yang akhirnya menimbulkan pecahnya Perang Dunia I
(Pidarta, 2007: 120-21).
6. Zaman Liberalisme
Positivisme, dan Individualisme. Zaman ini lahir pada abad ke-19.
Liberalisme berpendapat bahwa pendidikan adalah alat untuk memperkuat kedudukan
penguasa/pemerintahan yang dipelopori dalam bidang ekonomi oleh Adam Smith dan
siapa yang banyak berpengetahuan dialah yang berkuasa yang kemudian mengarah
pada individualisme. Sedangkan positivisme percaya kebenaran yang dapat diamati
oleh panca indera sehingga kepercayaan terhadap agama semakin melemah. Tokoh
aliran positivisme adalah August Comte (ibid.: 121).
7. Zaman Sosialisme
Aliran sosial dalam pendidikan muncul pada abad ke-20 sebagai reaksi
terhadap dampak liberalisme, positivisme, dan individualisme. Tokoh-tokohnya
adalah Paul Nartrop, George Kerchensteiner, dan John Dewey. Menurut aliran ini,
masyarakat memiliki arti yang lebih penting daripada individu. Ibarat atom,
individu tidak ada artinya bila tidak berwujud benda. Oleh karena itu,
pendidikan harus diabdikan untuk tujuan-tujuan sosial (ibid.: 121-24).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar