Manusia diciptakan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala untuk beribadah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya serta
meneladani Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka, setiap Muslim dan
Muslimah harus mengetahui hakikat ibadah yang sebenarnya agar amalan yang
dikerjakannya diberikan ganjaran kebaikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
A. Definisi
Ibadah
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sendangkan menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah:
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sendangkan menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah:
1. Ibadah
adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para
Rasul-Nya.
2. Ibadah
adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang
paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
3. Ibadah
adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang di-cintai dan diridhai Allah Azza
wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin.
Inilah definisi yang paling lengkap.
Ibadah
inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia.
Allah Ta’ala
berfirman :
“Dan Aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.
Aku tidak menghendaki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki
supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi
rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat: 56-58]
Allah Azza
wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka
melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla. Dan Allah Mahakaya, tidak
membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkannya; karena
ketergantungan mereka kepada Allah, maka barangsiapa yang menolak beribadah
kepada Allah, ia adalah sombong. Barang-siapa yang beribadah kepada-Nya tetapi
dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mubtadi’ (pelaku
bid’ah). Dan barangsiapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan apa yang
disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mukmin muwahhid (yang mengesakan Allah).
B.
Pilar-Pilar ‘Ubudiyyah Yang Benar
Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga pilar, yaitu: hubb (cinta), khauf (takut), raja’ (harapan).
Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga pilar, yaitu: hubb (cinta), khauf (takut), raja’ (harapan).
Rasa cinta
harus dibarengi dengan rasa rendah diri, sedangkan khauf harus dibarengi dengan
raja’. Dalam setiap ibadah harus terkumpul unsur-unsur ini. Allah berfirman
tentang sifat hamba-hamba-Nya yang mukmin:
“Dia mencintai mereka dan mereka pun
mencintai-Nya.” [Al-Maa-idah: 54]
C. Syarat
Diterimanya Ibadah
Ibadah adalah perkara tauqifiyah, yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah yang disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Apa yang tidak disyari’atkan berarti bid’ah mardudah (bid’ah yang ditolak) sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ibadah adalah perkara tauqifiyah, yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah yang disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Apa yang tidak disyari’atkan berarti bid’ah mardudah (bid’ah yang ditolak) sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Barangsiapa yang beramal tanpa adanya
tuntutan dari kami, maka amalan tersebut tertolak.” [5]
Agar bisa
diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak bisa benar
kecuali dengan adanya dua syarat:
1. Ikhlas
karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil.
2. Ittiba’,
sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Syarat yang
pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallaah, karena ia
mengharuskan ikhlas dalam beribadah hanya untuk Allah dan jauh dari syirik
kepada-Nya. Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah,
karena ia menuntut wajibnya taat kepada Rasul, mengikuti syari’atnya dan
meninggalkan bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan.
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang
menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala
di sisi Rabb-nya dan pada diri mereka tidak ada rasa takut dan tidak (pula)
mereka bersedih hati.” [Al-Baqarah: 112]
Pada yang
pertama, kita tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Pada yang kedua, bahwasanya
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan-Nya yang menyampaikan
ajaran-Nya. Maka kita wajib membenarkan dan mempercayai beritanya serta
mentaati perintahnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan
bagaimana cara kita beribadah kepada Allah, dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam melarang kita dari hal-hal baru atau bid’ah. Beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengatakan bahwa semua bid’ah itu sesat.[6]
Ibadah di
dalam Islam tidak disyari’atkan untuk mempersempit atau mempersulit manusia,
dan tidak pula untuk menjatuhkan mereka di dalam kesulitan. Akan tetapi ibadah
itu disyari’atkan untuk berbagai hikmah yang agung, kemashlahatan besar yang
tidak dapat dihitung jumlahnya. Pelaksanaan ibadah dalam Islam semua adalah
mudah.
Di antara
keutamaan ibadah bahwasanya ibadah mensucikan jiwa, membersihkan hati, dan
mengangkatnya ke derajat tertinggi menuju kesempurnaan manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar