1.
Zaman Pengaruh Hindu dan Budha (Hinduisme and Budhisme)
datang ke Indonesia
Sekitar abad ke-5. Hinduisme
dan Budhisme merupakan dua agama yang berbeda, namun di Indonesia keduanya
memiliki kecenderungan sinkretisme, yaitu keyakinan mempersatukan figur Syiwa
dengan Budha sebagai satu sumber Yang Maha Tinggi. Motto pada lambang Negara
Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika , secara etimologis berasal dari keyakinan
tersebut (Mudyahardja, 2008: 215). Tujuan pendidikan pada zaman ini sama dengan
tujuan kedua agama tersebut. Pendidikan dilaksanakan dalam rangka penyebaran
dan pembinaan kehidupan bergama Hindu dan Budha (ibid.: 217
2. Zaman Pengaruh Islam (Tradisional) Islam mulai masuk ke Indonesia
2. Zaman Pengaruh Islam (Tradisional) Islam mulai masuk ke Indonesia
Pada akhir abad ke-13 dan mencakup sebagian besar Nusantara pada abad
ke-16. Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia sejalan dengan perkembangan
penyebaran Islam di Nusantara, baik sebagai agama maupun sebagai arus
kebudayaan (ibid.: 221). Pendidikan Islam pada zaman ini disebut Pendidikan
Islam Tradisional. Tujuan pendidikan Islam adalah sama dengan tujuan hidup
Islam, yaitu mengabdi sepenuhnya kepada Allah SWT sesuai dengan ajaran yang
disampaikan oleh Nabi Muhammad s.a.w. untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan
akhirat. (ibid.: 223)
Pendidikan Islam Tradisional ini tidak diselenggarakan secara terpusat, namun banyak diupayakan secara perorangan melalui para ulamanya di suatu wilayah tertentu dan terkoordinasi oleh para wali di Jawa, terutama Wali Sanga.Sedangkan di luar Jawa, Pendidikan Islam yang dilakukan oleh perseorangan yang menonjol adalah di daerah Minangkabau (ibid.: 228-41).
Pendidikan Islam Tradisional ini tidak diselenggarakan secara terpusat, namun banyak diupayakan secara perorangan melalui para ulamanya di suatu wilayah tertentu dan terkoordinasi oleh para wali di Jawa, terutama Wali Sanga.Sedangkan di luar Jawa, Pendidikan Islam yang dilakukan oleh perseorangan yang menonjol adalah di daerah Minangkabau (ibid.: 228-41).
3. Zaman Pengaruh Nasrani (Katholik dan Kristen)
Bangsa Portugis pada abad ke-16 bercita-cita menguasai perdagangan dan
perniagaan Timur-Barat dengan cara menemukan jalan laut menuju dunia Timur
serta menguasai bandar-bandar dan daerah-daerah strategis yang menjadi mata
rantai perdagaan dan perniagaan (Mudyahardjo, 2008: 242). Di samping mencari
kejayaan (glorious) dan kekayaan (gold), bangsa Portugis datang ke Timur
(termasuk Indonesia) bermaksud pula menyebarkan agama yang mereka anut, yakni
Katholik (gospel). Pada akhirnya pedagang Portugis menetap di bagian timur
Indonesia tempat rempah-rempah itu dihasilkan. Namun kekuasaan Portugis melemah
akibat peperangan dengan raja-raja di Indonesia dan akhirnya dilenyapkan oleh
Belanda pada tahun 1605 (Nasution, 2008: 4). Dalam setiap operasi perdagangan,
mereka menyertakan para paderi misionaris Paderi yang terkenal di Maluku,
sebagai salah satu pijakan Portugis dalam menjalankan misinya, adalah
Franciscus Xaverius dari orde Jesuit.
Orde ini
didirikan oleh Ignatius Loyola (1491-1556) dan memiliki tujuan yaitu segala
sesuatu untuk keagungan yang lebih besar dari Tuhan (Mudyahardjo, 2008: 243).
Yang dicapai dengan tiga cara: memberi khotbah, memberi pelajaran, dan
pengakuan. Orde ini juga mempunyai organisasi pendidikan yang seragam: sama di
mana pun dan bebas untuk semua. Xaverius memandang pendidikan sebagai alat yang
ampuh untuk penyebaran agama (Nasution, 2008: 4). Sedangkan pengaruh Kristen
berasal dari orang-orang Belanda yang datang pertama kali tahun1596 di bawah
pimpinan Cornelis de Houtman dengan tujuan untuk mencari rempah-rempah. Untuk
menghindari persaingan di antara mereka, pemerintah Belanda mendirikan suatu
kongsi dagang yang disebut VOC (vreenigds Oost Indische Compagnie) atau
Persekutuan Dagang Hindia Belanda tahun1602(Mudyahardjo,2008:245). Sikap VOC
terhadap pendidikan adalah membiarkan terselenggaranya Pendidikan Tradisional
di Nusantara, mendukung diselenggarakannya sekolah-sekolah yang bertujuan
menyebarkan agama Kristen. Kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh VOC terutama
dipusatkan di bagian timur Indonesia di mana Katholik telah berakar dan di
Batavia (Jakarta), pusat administrasi colonial. Tujuannya untuk melenyapkan
agama Katholik dengan menyebarkan agama Kristen Protestan, Calvinisme
(Nasution, 2008: 4-5).
4. Zaman
Kolonial Belanda
VOC pada perkembangannya
diperkuat dan dipersenjatai dan dijadikan benteng oleh Belanda yang akhirnya
menjadi landasan untuk menguasai daerah di sekitarnya. Lambat laun kantor
dagang itu beralih dari pusat komersial menjadi basis politik dan territorial.
Setelah pecah perang kolonial di berbagai daerah di tanakh air, akhirnya
Indonesia jatuh seluruhnya di bawah pemerintahan Belanda (ibid.: 3).
Pada tahun 1816 VOC ambruk dan pemerintahan dikendalikan oleh para
Komisaris Jendral dari Inggris. Mereka harus memulai system pendidikan dari
dasar kembali, karena pendidikan pada zaman VOC berakhir dengan kegagalan
total. Ide-ide liberal aliran Ufklarung atau Enlightement, yang mana mengatakan
bahwa pendidikan adalah alat untuk mencapai kemajuan ekonomi dan social, banyak
mempengaruhi mereka (ibid.: 8). Oleh karena itu, kurikulum sekolah mengalami
perubahan radikal dengan masuknya ide-ide liberal tersebut yang bertujuan
mengembangkan kemampuan intelektual, nilai-nilai rasional dan sosial. Pada awalnya
kurikulum ini hanya diterapkan untuk anak-anak Belanda selama setengah abad
ke-19. Setelah tahun1848 dikeluarkan peraturan pemerintah yang menunjukkan
bahwa pemerintah lambat laun menerima tanggung jawab yang lebih besar atas
pendidikan anak-anak Indonesia sebagai hasil perdebatan di parlemen Belanda dan
mencerminkan sikap liberal yang lebih menguntungkan rakyat Indonesia (ibid.:
10-13).
Pada tahun 1899 terbit sebuah atrikel oleh Van Deventer berjudul Hutang
Kehormatan dalam majalah De Gids. Ia menganjurkan agar pemerintahnnya lebih
memajukan kesejahteraan rakyat Indonesia. Ekspresi ini kemudian dikenal dengan
Politik Etis dan bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui irigasi,
transmigrasi, reformasi, pendewasaan, perwakilan yang mana semua ini memerlukan
peranan penting pendidikan (ibid.: 16). Di samping itu, Van Deventer juga
mengembangkan pengajaran bahasa Belanda. Menurutnya, mereka yang menguasai
Belanda secara kultural lebih maju dan dapat menjadi pelopor bagi yang lainnya
(ibid.: 17). Sejak dijalankannya Politik Etis ini tampak kemajuan yang lebih pesat
dalam bidang pendidikan selama beberapa dekade. Pendidikan yang berorientasi
Barat ini meskipun masih bersifat terbatas untuk beberapa golongan saja, antara
lain anak-anak Indonesia yanorang tuanya adalah pegawai pemerintah Belanda,
telah menimbulkan elite intelektual baru. Golongan baru inilah yang kemudian
berjuang merintis kemerdekaan melalui pendidikan. Perjuangan yang masih
bersifat kedaerahan berubah menjadi perjuangan bangsa sejak berdirinya Budi
Utomo pada tahun 1908 dan semakin meningkat dengan lahirnya Sumpah Pemuda tahun
1928.
Setelah itu tokoh-tokoh pendidik lainnya adalah Mohammad Syafei dengan
Indonesisch Nederlandse School-nya, Ki Hajar Dewantara dengan Taman Siswa-nya,
dan Kyai Haji Ahmad Dahlan dengan Pendidikan Muhammadiyah-nya yang semuanya
mendidik anak-anak agar bisa mandiri dengan jiwa merdeka (Pidarta, 2008: 125-33.
5.Zaman Kolonial Jepang
Perjuangan bangsa Indonesia
dalam masa penjajahan Jepang tetap berlanjut sampai cita-cita untuk merdeka
tercapai. Walaupun bangsa Jepang menguras habis-habisan kekayaan alam
Indonesia, bangsa Indonesia tidak pantang menyerah dan terus mengobarkan
semangat 45 di hati mereka.
Meskipun demikian, ada
beberapa segi positif dari penjajahan Jepang di Indonesia. Di bidang
pendidikan, Jepang telah menghapus dualisme pendidikan dari penjajah Belanda
dan menggantikannya dengan pendidikan yang sama bagi semua orang. Selain itu,
pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstruksikan oleh Jepang untuk di
pakai di lembaga-lembaga pendidikan, di kantor-kantor, dan dalam pergaulan
sehari-hari. Hal ini mempermudah bangsa Indonesia untuk merealisasi Indonesia
merdeka. Pada tanggal 17 Agustus 1945 cita-cita bangsa Indonesia menjadi
kenyataan ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan kepada dunia.
Dari rangkaian masa
dalam sejarah yang menjadi landasan historis kependidikan di Indonesia, kita
dapat menyimpulkan bahwa masa-masa tersebut memiliki wawasan yang tidak jauh
berbeda satu dengan yang lain. Mereka sama-sama menginginkan pendidikan
bertujuan mengembangkan individu peserta didik, dalam arti member kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan potensi
mereka secara alami dan seperti ada adanya, tidak perlu diarahkan untuk
kepentingan kelompok tertentu. Sementara itu, pendidikan pada dasarnya hanya
member bantuan layanan dengan menyiapkan segala sesuatunya. Sejarah perjuangan
mengisi kemerdekaan dibandingkan dengan perjuangan mengusir penjajah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar