Kemampuan
membaca anak disleksia
Kemampuan membaca anak disleksia
tampak pada tiga gejala pokok, yaitu:
1. Tidak
teliti dalam membaca
2. Membaca
dengan lambat
3. Pemahaman
yang buruk dalam membaca
Anak disleksia kira-kira mencapai
jumlah 10% dai anak usia sekolah. Perbandingannya pada anaklaki-laki dan
perempuan sebesar 3 banding 1.
Kesulitan membaca itu bisa muncul
dalam berbagai bentuk, misalnya :
1. Ada
yang bisa mengeja tetapi tidak mampu membaca dalam kata, misalnya putih dibaca putu, kaki dibaca kika.
2. Ada
juga yang membaca terbalik, misalnya topi
dibaca ipot, minum dibaca munim.
3. Mereka
sulit membedakan huruf “b” dan “d”, “q” dan “p”, khususnya huruf kecil. Akibatnya,
mereka meulis dapak untuk kata bapak.
4. Mereka
sering mencampuradukkan huruf-huruf dalam satu kata. Jadi, semua huruf dalam
satu kata bisa dieja secara benar tetapi urutannya kacau. Contoh : “diam
menjadi daim”, ‘bisa menjadi bias”.
Kemampuan membaca
anak disleksia berada di bawah rata-rata anak seusianya. Jika pada anak normal kemampuan
membaca sudah muncul sejak usia enam atau tujuh tahun, tidak demikian halnya
dengan anak disleksia. Sampai
usia 12 tahun kadang mereka masih belum lancar membaca. Kesulitan ini dapat
terdeteksi ketika anak memasuki bangku sekolah dasar.
Disleksia biasanya
mulai terlihat ketika anak belajar membaca. Masalah pada anak
disleksia atau kesulitan membaca adalah dalam pemrosesan di dalam otaknya. Terkadang anak akan merasa malu di kelas karena tidak
bisa membaca dengan baik, sementara teman-temannya sudah sangat lancar membaca.
Tidak heran, seringkali ada perbedaan nyata antara nilai iq mereka dengan nilai
prestasi akademik di sekolah
.
Upaya meningkatkan kemampuan membaca anak disleksia
1. Metode multisensori
Ada empat kegiatan
dalam pendekatan ini, yaitu :
1. Perabaan
dengan menelusuri
2. Auditori
dengan mendengarkan
3. Visual
dengan melihat
4. Gerakan
dengan menulis
Alat bantu yang
diperlukan di antaranya adalah bak pasir, kartu huruf, dan cat.
Metode pertama, melatih anak
membaca-secara utuh-cerita yang dibuatnya sendiri. Anak tidak dikenalkan dengan
nama huruf dan bunyinya. Tahapannya sebagai berikut.
1. Guru
atau orang tua menuliskan besar-besar kata yang dipilih anak, kemudian anak
mengucapkannya keras-keras. Jika anak salah, ulang terus sampai benar dan
pertahankan untuk diingat.
2. Anak
melihat kata yang ditulis guru atau orang tua lalu mengucapkan dan menyalinnya,
pertahankan agar kata tersebut diingat anak, baik penulisan maupun
pengucapannya.
3. Anak
belajar membaca kata yang sudah tercetak. Mintalah ia mengucapkan dan menulis,
sementara orang tua dan guru memantau apakah semua kata masih diingatnya.
4. Anak
mampu mengenal kata baru dengan membandingkan kata-kata yang sudah dikenalnya. Berikan
motivasi untuk terus meningkatkan bacaanya.
Metode kedua, dengan permainan
kartu huruf. Kartu memuat satu kata dan satu gambar atau sebaliknya dengan
warna yang berbeda-beda. (lihat gambar)

Tahap-tahap pembelajaran dengan
kartu huruf adalah sebagai berikut.
1. Guru
menunjukkan kartu kepada anak dan mengucapkan berkali-kali, misalnya bunyi b
diulang terus, lalu bola. Setelah itu guru bertanya, “apa bunyi huruf ini?”
2. Guru
mengucapkan bunyi sambil menunjukkan kartu lalu bertanya, “huruf apa yang
menghasilkan bunyi bola?”
3. Guru
menuliskan pelan-pelan dan menjelaskan bentuknya, b misalnya, ditulis garis
lurus dan lengkung kanan kecil. Anak menelusuri dengan jari dan menyalin tanpa
contoh.
4. Setelah
anak menguasai beberapa huruf, baru dilanjutkan ke belajar menggabungkannya
menjadi kata.
2. Metode fonik atau bunyi
Memanfaatkan kemampuan
auditori dan visual anak dengan cara menamai huruf sesuai dengan bunyinya. Misalnya,
huruf b dibunyikan eb, huruf c dibunyikan dengan ec. Hal ini untuk mendukung
cara berpikir anak yang jika mengeja kata becak, maka terdiri dari b-c-a-k
kurung huruf e.
3. metode lingustik
Mengajarkan anak mengenal kata
secara utuh. Cara ini menekankan pada kata-kata yang memiliki kemiripan. Penekanan
ini diharapkan dapat membuat anak mampu menyimpulkan sendiri pola hubungan
antara huruf dan bunyinya.
4. terapi
1.
Terapi integrasi sensori
Karena disleksia dan lo itu
mengalami gangguan memproses sensori atau penginderaaan. Terapi ini menjadi
pondasi untuk membantu memperbaiki masalah integrasi sensori. Anak akan
dijelaskan tentang kesulitan yang dialaminya, selanjutnya membangun strategi
untuk mengatasinya.
Misalnya, dia
terganggu dengan suara yang berisik karena hipersensitif dari pendengarannnya,
maka ajarkan cara mengatasi yang sesuai dengan dirinya. Strategi atau cara itu
harus bisa diaplikasi si kecil untuk kehidupannya agar melekat dan jadi bagian
dirinya.
2.
Terapi orthopaedagogy.
Sering kali orang
mengartikan terapi ini sebagai terapi remedial atau pengulangan. Padahal terapi
ini untuk memperbaiki kemampuan dasar belajar. Ada 12 sikap belajar yang perlu
anak kembangkan, yakni konsentrasi, ketelitian, tempo kerja/belajar, percaya
diri, kemandirian, respons instruksi, respons pertanyaan, kooperatif,
komunikatif, daya memori, daya juang dan pemecahan
5. perlakuan
orang tua
Perlakuan
yang paling penting dari orang tua adalh menjaga agar anak tidak kehilangan
harga diri dan tetap memiliki kepercayaan diri.
Beberpa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk menjaga kepercayaan diri
anak disleksia antara lain :
1. Setiap kali kepada anak bahwa kesulitan yang dialami bukan
berarti ia gagal.
2. Beri pujiansetiap kali anak melakukan sesuatu dengan baik.
3. Hargai usahanya terutama dlam membaca, menulis, dan
berhitung.
4. Dukung dan semngati hobi dan aktivitas-aktivitas di luar
sekolah yang diminati anak.
6. perlakuan
oleh guru disekolah umum
1. Sebaiknya jangan diminta untuk membacakeras di kelas. Hal ini
akan
2. Membuat anak disleksia menjadi takut dan cemas yang bisa
mengakibatkan hilangnya harga diri, bahkan juga rasa penolakan di kelas.
3. Anak disleksia sebaiknya diminta duduk paling depan sehingga
pandangannya ke arah papan tulis dan tidak terhalang sama sekali sebaiknya guru
sendiri menulis dengan jelas.
4. Pekerjaan rumah sebaiknya ditulis secar jelas sebelum
pelajaran berakhir karena anak disleksia membutuhkan waktu banyak untuk
memahami tulisan. Jika pr diberikan di tengah pelajaran, bisa jadi anak
disleksia belum menangkap hal ini dan orang tua tidak bisa membantunya. Akibat selanjutnya,
anak menjadi cemas ke sekolah karena takut dihukum oleh gurunya karena tidak
mengerjakan pr.
5. Berikan pujian atas usaha anak menjawab pertanyaan. Hal ini
akan meningkatkan harga diri mereka.
Untuk membantu anak memahami bacaan
orang tua atau guru diharapkan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, seperti apa,
mengapa, di mana, dan kapan. Bahasa sehari-hari di rumah juga berperan dalam
meningkatkan kemampuan anak disleksia untuk memahami teks. Jika bahasa
sehari-hari di rumah berbeda dengan bahasa yang digunakan belajar membaca, agak
sulit bagi anak untuk cepat memahami teks.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar