Jumat, 30 Desember 2016

DISLEKSIA 2

         Kemampuan membaca anak disleksia
Kemampuan membaca anak disleksia tampak pada tiga gejala pokok, yaitu:
1.      Tidak teliti dalam membaca
2.      Membaca dengan lambat
3.      Pemahaman yang buruk dalam membaca
Anak disleksia kira-kira mencapai jumlah 10% dai anak usia sekolah. Perbandingannya pada anaklaki-laki dan perempuan sebesar 3 banding 1.
Kesulitan membaca itu bisa muncul dalam berbagai bentuk, misalnya :
1.      Ada yang bisa mengeja tetapi tidak mampu membaca dalam kata, misalnya putih dibaca putu, kaki dibaca kika.
2.      Ada juga yang membaca terbalik, misalnya topi dibaca ipot, minum dibaca munim.
3.      Mereka sulit membedakan huruf “b” dan “d”, “q” dan “p”, khususnya huruf kecil. Akibatnya, mereka meulis dapak untuk kata bapak.
4.      Mereka sering mencampuradukkan huruf-huruf dalam satu kata. Jadi, semua huruf dalam satu kata bisa dieja secara benar tetapi urutannya kacau. Contoh : “diam menjadi daim”, ‘bisa  menjadi bias”.
Kemampuan membaca anak disleksia berada di bawah rata-rata anak seusianya. Jika pada anak normal kemampuan membaca sudah muncul sejak usia enam atau tujuh tahun, tidak demikian halnya dengan anak disleksia. Sampai usia 12 tahun kadang mereka masih belum lancar membaca. Kesulitan ini dapat terdeteksi ketika anak memasuki bangku sekolah dasar.
Disleksia biasanya mulai terlihat ketika anak belajar membaca. Masalah pada anak disleksia atau kesulitan membaca adalah dalam pemrosesan di dalam otaknya. Terkadang anak akan merasa malu di kelas karena tidak bisa membaca dengan baik, sementara teman-temannya sudah sangat lancar membaca. Tidak heran, seringkali ada perbedaan nyata antara nilai iq mereka dengan nilai prestasi akademik di sekolah
.
Upaya meningkatkan kemampuan membaca anak disleksia

1.   Metode multisensori
Ada empat kegiatan dalam pendekatan ini, yaitu :
1.    Perabaan dengan menelusuri
2.    Auditori dengan mendengarkan
3.    Visual dengan melihat
4.    Gerakan dengan menulis
Alat bantu yang diperlukan di antaranya adalah bak pasir, kartu huruf, dan cat.
Metode pertama, melatih anak membaca-secara utuh-cerita yang dibuatnya sendiri. Anak tidak dikenalkan dengan nama huruf dan bunyinya. Tahapannya sebagai berikut.
1.    Guru atau orang tua menuliskan besar-besar kata yang dipilih anak, kemudian anak mengucapkannya keras-keras. Jika anak salah, ulang terus sampai benar dan pertahankan untuk diingat.
2.    Anak melihat kata yang ditulis guru atau orang tua lalu mengucapkan dan menyalinnya, pertahankan agar kata tersebut diingat anak, baik penulisan maupun pengucapannya.
3.    Anak belajar membaca kata yang sudah tercetak. Mintalah ia mengucapkan dan menulis, sementara orang tua dan guru memantau apakah semua kata masih diingatnya.
4.    Anak mampu mengenal kata baru dengan membandingkan kata-kata yang sudah dikenalnya. Berikan motivasi untuk terus meningkatkan bacaanya.

Metode kedua, dengan permainan kartu huruf. Kartu memuat satu kata dan satu gambar atau sebaliknya dengan warna yang berbeda-beda. (lihat gambar)
Hasil gambar untuk KARTU HURUF        Gambar terkait  f.jpg
Tahap-tahap pembelajaran dengan kartu huruf adalah sebagai berikut.
1.    Guru menunjukkan kartu kepada anak dan mengucapkan berkali-kali, misalnya bunyi b diulang terus, lalu bola. Setelah itu guru bertanya, “apa bunyi huruf ini?”
2.    Guru mengucapkan bunyi sambil menunjukkan kartu lalu bertanya, “huruf apa yang menghasilkan bunyi bola?”
3.    Guru menuliskan pelan-pelan dan menjelaskan bentuknya, b misalnya, ditulis garis lurus dan lengkung kanan kecil. Anak menelusuri dengan jari dan menyalin tanpa contoh.
4.    Setelah anak menguasai beberapa huruf, baru dilanjutkan ke belajar menggabungkannya menjadi kata.

2.  Metode fonik atau bunyi
Memanfaatkan kemampuan auditori dan visual anak dengan cara menamai huruf sesuai dengan bunyinya. Misalnya, huruf b dibunyikan eb, huruf c dibunyikan dengan ec. Hal ini untuk mendukung cara berpikir anak yang jika mengeja kata becak, maka terdiri dari b-c-a-k kurung huruf e.

3. metode lingustik
Mengajarkan anak mengenal kata secara utuh. Cara ini menekankan pada kata-kata yang memiliki kemiripan. Penekanan ini diharapkan dapat membuat anak mampu menyimpulkan sendiri pola hubungan antara huruf dan bunyinya.

4. terapi
1.    Terapi integrasi sensori
Karena disleksia dan lo itu mengalami gangguan memproses sensori atau penginderaaan. Terapi ini menjadi pondasi untuk membantu memperbaiki masalah integrasi sensori. Anak akan dijelaskan tentang kesulitan yang dialaminya, selanjutnya membangun strategi untuk mengatasinya.
Misalnya, dia terganggu dengan suara yang berisik karena hipersensitif dari pendengarannnya, maka ajarkan cara mengatasi yang sesuai dengan dirinya. Strategi atau cara itu harus bisa diaplikasi si kecil untuk kehidupannya agar melekat dan jadi bagian dirinya. 


2.    Terapi orthopaedagogy. 
Sering kali orang mengartikan terapi ini sebagai terapi remedial atau pengulangan. Padahal terapi  ini untuk memperbaiki kemampuan dasar belajar. Ada 12 sikap belajar yang perlu anak kembangkan, yakni konsentrasi, ketelitian, tempo kerja/belajar, percaya diri, kemandirian, respons instruksi, respons pertanyaan, kooperatif, komunikatif, daya memori, daya juang dan pemecahan

5. perlakuan orang tua
Perlakuan yang paling penting dari orang tua adalh menjaga agar anak tidak kehilangan harga diri dan tetap memiliki kepercayaan diri.  Beberpa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk menjaga kepercayaan diri anak disleksia antara lain :
1.      Setiap kali kepada anak bahwa kesulitan yang dialami bukan berarti ia gagal.
2.      Beri pujiansetiap kali anak melakukan sesuatu dengan baik.
3.      Hargai usahanya terutama dlam membaca, menulis, dan berhitung.
4.      Dukung dan semngati hobi dan aktivitas-aktivitas di luar sekolah yang diminati anak.

 6. perlakuan oleh guru disekolah umum
1.      Sebaiknya jangan diminta untuk membacakeras di kelas. Hal ini akan
2.      Membuat anak disleksia menjadi takut dan cemas yang bisa mengakibatkan hilangnya harga diri, bahkan juga rasa penolakan di kelas.
3.      Anak disleksia sebaiknya diminta duduk paling depan sehingga pandangannya ke arah papan tulis dan tidak terhalang sama sekali sebaiknya guru sendiri menulis dengan jelas.
4.      Pekerjaan rumah sebaiknya ditulis secar jelas sebelum pelajaran berakhir karena anak disleksia membutuhkan waktu banyak untuk memahami tulisan. Jika pr diberikan di tengah pelajaran, bisa jadi anak disleksia belum menangkap hal ini dan orang tua tidak bisa membantunya. Akibat selanjutnya, anak menjadi cemas ke sekolah karena takut dihukum oleh gurunya karena tidak mengerjakan pr.
5.      Berikan pujian atas usaha anak menjawab pertanyaan. Hal ini akan meningkatkan harga diri mereka.

Untuk membantu anak memahami bacaan orang tua atau guru diharapkan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, seperti apa, mengapa, di mana, dan kapan. Bahasa sehari-hari di rumah juga berperan dalam meningkatkan kemampuan anak disleksia untuk memahami teks. Jika bahasa sehari-hari di rumah berbeda dengan bahasa yang digunakan belajar membaca, agak sulit bagi anak untuk cepat memahami teks.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar