Secara bahasa:
Nativisme
berasal dari kata natus (lahir); nativis (pembawaan)
yang ajarannya memandang manusia (anak manusia) sejak lahir telah membawa
sesuatu kekuatan yang disebut potensi (dasar).
Secara Istilah:
pandangan bahwa
segala sesuatunya ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir, jadi
perkembangan individu itu semata-mata dimungkinkan dan ditentukan oleh dasar
turunan, misalnya ; kalau ayahnya pintar, maka kemungkinan besar anaknya juga
pintar.
Para penganut aliran nativisme berpandangan
bahwa bayi itu lahir sudah dengan pembawaan baik dan pembawaan buruk. Oleh
karena itu, hasil akhir pendidikan ditentukan oleh pembawaan yang sudah dibawa
sejak lahir. Berdasarkan pandangan ini, maka keberhasilan pendidikan ditentukan
oleh anak didik itu sendiri. Ditekankan bahwa “yang jahat akan menjadi jahat,
dan yang baik menjadi baik”. Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan
pembawaan anak didik tidak akan berguna untuk perkembangan anak sendiri
dalam proses belajarnya. Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya
sebab lingkungan tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak.
Penganut pandangan ini menyatakan bahwa jika anak memiliki pembawaan jahat maka
dia akan menjadi jahat, sebaliknya apabila mempunyai pembawaan baik, maka dia
menjadi orang yang baik. Pembawaan buruk dan pembawaan baik ini tidak dapat
dirubah dari kekuatan luar.
Tokoh pelopor nativisme
Teori ini dipelopori oleh filosof Jerman Arthur
Schopenhauer (1788-1860) yang beranggapan bahwa faktor pembawaan yang bersifat
kodrati tidak dapat diubah oleh alam sekitar atau pendidikan. Dengan tegas
Arthur Schaupenhaur menyatakan yang jahat akan menjadi jahat dan yang baik akan
menjadi baik.
Faktor- faktor
1.Faktor genetik: Adalah factor gen dari kedua orangtua
yang mendorong adanya suatu bakat yang muncul dari diri manusia. Contohnya
adalah Jika kedua orangtua anak itu adalah seorang penyanyi maka anaknya
memiliki bakat pembawaan sebagai seorang penyanyi yang prosentasenya besar
2.Faktor Kemampuan Anak : Adalah faktor yang
menjadikan seorang anak mengetahui potensi yang terdapat dalam dirinya. Faktor
ini lebih nyata karena anak dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya.
Contoh:adanya kegiatan ekstrakurikuler di sekolah yang mendorong setiap anak
untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya sesuai dengan bakat dan
minatnya.
3.Faktor pertumbuhan Anak : Adalah faktor yang
mendorong anak mengetahui bakat dan minatnya di setiap pertumbuhan dan
perkembangan secara alami sehingga jika pertumbuhan anak itu normal maka dia
kan bersikap enerjik, aktif, dan responsive terhadap kemampuan yang dimiliki.
Sebaliknya, jika pertumbuhan anak tidak normal maka anak tersebut tidak bisa
mngenali bakat dan kemampuan yang dimiliki.
Akan tetapi, saya
tidak sependapat dengan aliran Nativisme bahwa ‘setiap anak sejak lahir telah
memiliki sifat-sifat dasar tertentu yang disebut pembawaan dan terdiri dari
pembawaan baik dan pembawaan buruk. Jadi, jika sejak lahir seorang anak
memiliki sifat pembawaan yang buruk, maka seumur hidup ia akan menjadi orang
yang berwatak buruk, sebaliknya jika ia memang berpembawaan baik, maka sampai
mati pun ia tetap menjadi orang baik’. Jika seperti itu adanya, kasian juga ya
manusia hihi manusia tidak diberikan kesempatan untuk berubah menjadi lebih
baik dan tidak adanya perkembangan pada manusia, baik perkembangan pola pikir
ataupun perkembangan perilaku karena telah disebutkan bahwa manusia itu sudah
mempunyai pembawaan sejak lahir baik atau buruknya. Sebenarnya pandangan ini
bertentangan dengan Islam karena Allah SWT telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya karena
manusia mempunyai akal. Dengan akal manusia dapat membedakan mana yang baik dan
mana yang buruk untuk dirinya. Coba bayangkan, jika dari lahir kita mempunyai
sifat pembawaan yang buruk. Masih adakah orang yang mau berteman dengan kita
karena kita berwatak buruk? Jangankan berteman untuk berkenalan saja mungkin
enggan. Apabila hal itu terjadi, akan dibawa kemanakah dunia ini?.
Dalam pandangan Islam, berbicara
tentang karakter manusia berarti berbicara tentang fitrah sebagai hakikat
manusia. Dalam Q.S Ar-Ruum : 30 ‘Maka hadapkanlah dirimu dengan lurus kepada
agama Allah, ciptaan Allah, yang manusia telah diciptakan bersesuaian dengannya,
tidak ada perubahan pada penciptaan Allah itu. Itulah agama yang benar. Tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahuinya’. Ayat ini memberi kesimpulan bahwa
fitrah manusia selalu berkonotasi baik dan menjadi asumsi yang sangat mendasar
bahwa manusia memang diciptakan dalam keadaan baik dan berkecenderungan
mengarah kepada kebaikan dan kebenearan. Wallahua’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar