Keniscayaan
digitalisasi untuk Negara sebesar Indonesia memang sangat masuk akal. Sebab,
mengelola negara dengan jumlah penduduk sekitar 252 juta orang, yang tersebar
di 17 ribu pulau, memang membutuhkan berbagai sarana dan prasarana yang
tersistem dengan baik. Dan dengan kemajuan tekhnologi saat ini, digiltalisasi
adalah salah satu pilihan dianggap cukup jitu. Namun, impian Jokowi untuk
menciptakan Indonesia sebagai Negara dengan ekonomi digital terbesar di kawasan
ASEAN seharusnya dibarengi dengan konsep yang memperhatikan masa depan bangsa
dari berbagai aspek. Tidak boleh hanya dilihat dari sudut pandang ekonomi saja.
Sebab sebuah bangsa yang besar tentu akan lebih mengutamakan kepemimpinan masa
depan dibandingkan kesejahteraan ekonomi di masa kini. Dan aspek inilah yang
luput dari konsep ekonomi digital ala Jokowi, yang justru akan membuat bangsa
ini semakin dalam terjerumus dalam kubangan lumpur kapitalisme.
Diakui
atau tidak realita menunjukkan bahwa generasi muda saat ini sudah memiliki
banyak perbedaan dengan generasi pendahulunya. Generasi ini tumbuh dengan
pesatnya perkembangan tekhnologi yanga tak bisa dianggap biasa saja. Sebab,
tekhnologi memberi dampak terhadap perubahan yang sangat kuat pada nilai-nilai
sosial yang berada di masyarakat. Kemunculan beragam tekhnologi berbasis
internet menujukkan bahwa tekhnologi mampu mengubah sosial budaya masyarakat.
Bahkan tekhnologi dalam penjelasan Pacey disebutkan muncul dari nilai-nilai.
Sumber nilai-nilai tersebut adalah struktur sosial, ekonomi dan polotik. Inilah
mengapa tekhnologi selalu berkaitan erat dengan urusan sosial, ekonomi dan
politik.
Media
sosial tidaklah bersifat netral karena di dalamnya terkandung nilai-nilai utama
ala Barat yang terus menerus didiktekan kepada generasi muda. Akibatnya generasi
saat ini memiliki bibit pemikiran kebebasan dan demokrasi ala Barat yang siap
untuk menolak segala nilai yang bertentangan dengannya. Dan jika nilai-nilai
kebebasan dan demokrasi ala Barat itu bertentangan secara diametral dengan
Islam, maka bisa ditebak, bahwa generasi ini sekalipun mereka Muslim, mereka
akan menjadi garda terdepan dalam menolak nilai-nilai Islam.
Dengan
demikian, Barat tak perlu susah untuk menentang pemikiran dan nilai-nilai
Islam, sebab generasi mudanya sendirilah yang kelak akan menolak Islam masuk
dalam ranah kehidupan sosial mereka, meski dalam ranah individual mereka tetap
mengakuinya. Artinya Islam tetap akan diposisikan sebagai ranah privat dan
tidak akan pernah diperkenankan untuk tampil menjadi sebuah sistem kehidupan yang
mengatur seluruh aspek kehidupan.
Perubahan
budaya yang terjadi ditengah masyarakat akibat meledaknya media sosial yang
tidak bebas nilai justru telah menjerumuskan masyarakat ke jurang kehancuran.
Pornografi dan kekerasan terus meningkat, bukan merambah usia yang kian dini;
LGBT semakin merajalela bahkan pantang mundur untuk mendapatkan payung hukum
melalui dukungan via medsos. Sekali lagi, ini menunjukkan nilai-nilai Barat
yang sangat nyata di hdapan kaum muslimin. Mereka telah berhasil mencetak genarsi
alay yang penuh dengan kebebasan,
Terlepas dari segala potensi baik-buruknya generasi
saat ini, tidak bisa mneutup mata bahwa mereka adalah calon penerus bangsa.
Maka sudah seharusnya Pemerintah memperhatikan kembali tujuan ekonomi
digitalnya. Meminjam kalimat Tan Malaka, “Idealisme adalah kemewahan yang
dimiliki oleh pemuda”, maka untuk realita generasi sekarang, dimanakah
kemewahan itu? Wallahua’lam
Referensi : Buletin Cermin Wanita Shalihah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar